Kamis, 16 April 2015

Hai, teman-teman semua! Ini dia kelanjutan dari kisah "Negeri Hijau Savira". Semoga kalian senang! ^_^

NEGERI HIJAU SAVIRA

PART 2

Tepat jam 3 sore, orang tua mereka pun pulang. Savira segera menyiapkan makanan dan minuman untuk kedua orang tuanya itu. Savira pun menunggu orang tua mereka beristirahat sejenak. Hatinya berdebar-debar. “Akankah mereka mengijinkanku?”, gumam Savira.
            Mereka pun berkumpul sejenak. Savira segera ke kamarnya dan Ruby. Ia menggotong tubuh Ruby yang sudah kurus.
            “Ruby sayang, bagaimana keadaanmu, nak?”, Tanya ibu Savira dengan lembut.
            “Ruby sudah merasa sedikit membaik, bu”, jawab Ruby.
            Mereka pun saling bercanda. Meminum teh hangat bersama-sama. Namun, wajah Savira terlihat bimbang. “Mungkinkah ini saatnya?”, gumam Savira.
            “Savira, ada apa? Kenapa wajahmu seperti sedih begitu?”, Tanya ayah.
            “Maaf, yah. Sebenarnya, aku ingin pergi mencarikan obat untuk Ruby, sekaligus mencari sebuah negeri hijau untuk kita. Jika begini terus, akan banyak korban yang berjatuhan”, jawab Savira dengan nada gugup.
            “Savira, ayah tak akan mengizinkanmu! Walau ini demi Ruby, tapi kamu masih sangat kecil untuk mengembara negeri-negeri!”, ujar ayah tegas.
            “Tapi, yah… Savira tidak akan sendiri! Masih ada teman-teman yang lain! Aku akan mengajak mereka. Jika sudah menemukan tujuan kami, kami akan pulang dan mengajak seluruh warga desa untuk pindah”, jelas Savira.
            “Memangnya, kamu mau ke negeri mana?”, Tanya ibu khawatir.
            “Savira… Savira tidak tahu, bu…”, jawab Savira pelan.
            “Kalau begitu, carilah dulu ke mana kamu akan pergi, Savira”, ujar ibu. Savira hanya mengangguk dan berjalan ke kamarnya. Ia menggotong tubuh Ruby dan mengambil sebuah buku “Atlas”. Ia membacanya perlahan.
            “Di mana aku akan pergi mencari obat?”, Tanya Savira dalam hati.
            Tak terasa hari telah malam. Savira masih saja terus belajar mencari tempat yang akan dituju. Ia juga merasa perlu membicarakan hal ini pada teman-temannya.
            Ruby hanya memandangi kakaknya itu dengan kasihan. Demi dirinya, sang kakak harus mengorbankan diri.
            “Kak…”, panggil Ruby. Savira pun menoleh.
            “Ada apa, Ruby? Kamu haus? Ini minumnya”, ujar Savira sambil menyerahkan segelas minuman. Ruby mengambilnya dan menghabiskan minuman itu. Ia kembalikan gelas itu pada kakaknya.
            “Kakak…”, panggil Ruby.
            “Ada apa, Ruby?”, Tanya Savira.
            “Kakak tidak capek?”, Tanya Ruby cemas.
            “Tidak kok. Tenang saja. Lagipula, sebentar lagi kakak akan tidur juga”, jawab Savira sambil tersenyum. Ia membelai rambut adiknya. Savira tahu benar. Ruby tak akan bisa tidur tanpanya.
            Setengah jam kemudian, Savira akhirnya mulai merasa mengantuk. Ia menutup bukunya. Meskipun ia sudah membaca habis bukunya, masih belum ada tempat yang menurutnya menarik.
            Savira berjalan ke arah kasur. Ruby telah tertidur lelap. Ia segera naik dan memeluk adiknya. Perasaan bersalah memenuhinya. Ia takut jika ia tidak cepat-cepat pergi, maka nyawa Ruby tak akan terselamatkan. Air mata mengalir deras dari matanya dan membasahi kasur. Savira tetap memeluk erat Ruby. Ia tak ingin kehilangan Ruby seperti ia kehilangan kakaknya, Emerald.
            Sementara itu, Ruby yang sebenarnya tidak tidur memandangi kakaknya. Rasanya ingin sekali menangis. Namun, ia tak bisa menangis. Ia tak mau membuat kakaknya cemas. Mata Ruby hanya berkaca-kaca. Perlahan, air matanya pun menetes turun.

Bersambung....

Kamis, 09 April 2015

Halo, teman-teman semuanya! Kali ini, aku akan membuat cerbung tentang lingkungan. Mungkin sedikit aneh, tapi tolong baca terus ya!! ^_^



NEGERI HIJAU SAVIRA
PART 1

       Di siang hari yang cerah, Savira terlihat termenung. Ia melihat sekelilingnya. Banyak orang bekerja. Anak-anak pun bekerja.
            Memang, di desanya tengah dilanda kekeringan. Banyak ternak mati. Anak-anak pun banyak yang menderita penyakit parah. Semua anak tidak bisa bersekolah lagi. Sekolah sangat gersang. Bahkan, ada beberapa bagian tembok sekolah yang sudah mengelupas.
            “Ooh, kasihan sekali masyarakat desaku. Kenapa para Raja dan Ratu hanya berusaha memenuhi kebutuhan mereka dahulu. Padahal, di sini lebih membutuhkan bantuan kerajaan”, gumam Savira. “Hal ini harus dihentikan sebelum banyak korban berjatuhan!”, lanjutnya.
            Savira pun memasuki rumahnya yang sederhana. Adiknya tengah terbaring lemas di ranjang. Badannya terasa sangat panas, mungkin hampir sama dengan suhu di desanya.
            “Ibu, ayah, kakak, tolong Ruby. Rasanya tersiksa…”, keluh Ruby, adik Savira yang tengah sakit parah.
            “Sabarlah, Ruby. Hari ini, akan kakak carikan obat agar kamu cepat sembuh”, ujar Savira menenangkan Ruby. Sebenarnya Savira juga bimbang. Akankah orang tua mereka mengizinkan? Namun, hatinya tak kuat melihat penderitaan Ruby yang memang lemah sejak bayi.
            “Kakak, tolong ambilkan Ruby minum. Ruby sangat haus…”, rengek Ruby dengan suara lemah.
            “Baiklah, Ruby”, jawab Savira. Ia segera mengambilkan segelas air minum. Namun, teko minum milik Ruby sudah habis airnya. Ia terpaksa mengambil air dari teko miliknya.
            “Ini Ruby”, ujar Savira sambil menyodorkan segelas air putih. Ruby segera meminumnya.
            “Terima kasih, Kak Savira”, kata Ruby.
            “Sama-sama”, jawab Savira. “Sebentar ya, Ruby. Kakak ambilkan makanan dahulu”, ujar Savira sambil melangkah ke arah dapur.
            Savira kembali dengan membawakan sepiring nasi dan tempe. Ia menyuapkan sesendok nasi ke mulut mungil Ruby.
            “Kak, apakah kau akan pergi?”, Tanya Ruby.
            “Iya, kakak akan mencarikan obat untukmu dan mencari suatu tempat yang sejuk agar kita hidup tenteram seperti dahulu”, jawab Savira sambil tersenyum manis sekali.
            “Apakah kau akan pergi lama?”, Tanya Ruby lagi. Savira terkejut mendengar pertanyaan ini. Namun, ia tahu. Ruby pasti akan menanyakan ini. Ia pasti rindu selama Savira tak ada di rumah untuk waktu yang lama.
            “Maaf, Ruby. Kakak tak tahu”, jawab Savira dengan nada sedih.
            Nanti siang, ia harus menanyakan hal ini pada orang tuanya. “Jangan sampai aku kemalaman!”, gumam Savira.

Bersambung...

Teman-teman semua, tunggu kelanjutannya ya!!

Yuk Baca!

Yuk Baca!
Aktivitas di pos baca girli