Kamis, 12 November 2015



KI HAJAR DEWANTARA
        Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (Suwardi Suryaningrat). Ia lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Beliau seorang pendiri dan pengajar Perguruan Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara lahir dari keluarga bangsawan, tapi kepekaannya terhadap rakyat Indonesia yang bodoh dan tertindas sangat tinggi.
            Ia menggunakan kemampuannya berbahasa Belanda untuk menuliskan kritik-kritikan terhadap pemerintah Belanda. Pada tahun 1913 beliau membuat tulisan berjudul “ Seandainya Aku seorang Belanda (Als ik een Nederlander was)“ yang dimuat di Surat Kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker. Akibat tulisannya (Als ik een Nederlander was) itu beliau ditangkap dan diasingkan ke P.Bangka selama 6 tahun lamanya.
            Tetapi, keputusan para pemerintah kolonial Belanda ini diprotes oleh dua sahabat/rekan Ki Hajar Dewantara, yaitu Douwes Dekker dan Dr. Cipto Mangunkusumo. Akhirnya, Ki Hajar Dewantara/Suwardi dan dua sahabatnya (Douwes Dekker dan Dr. Cipto Mangunkusumo) yang dikenal sebagai Tiga Serangkai diasingkan di P. Bangka.
                     Ki Hajar Dewantara benar-benar seorang pemberani , pejuang bagi kaumnya, berani bertindak dengan tulisannya yang keras kepada Belanda yang dengan kejam menarik upeti kepada kaum pribumi untuk di gunakan sebagai  sumbangan untuk acara kemerdekaan Belanda dari Negara Perancis.
        Setelah bebas dari pengasingan, Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Dalam pengasingan, beliau sangat memikirkan bagaimana rakyat Indonesia bisa merdeka dari jajahan Belanda. Salah satu tujuannya yaitu membuat bangsa Indonesia menjadi pandai agar dapat mengusir penjajah.


       Dalam menjalankan Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara  mempunyai ajaran yaitu :
a.     Ing Ngarsa Sung Tuladha ( Didepan memberi teladan )
b.     Ing Madya  Mangun Karsa ( Di tengah membangun semangat )
c.      Tut Wuri Handayani ( Dari Belakang memberi dukungan )
Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional yang pertama. Beliau wafat pada 28 April 1959 dimakamkan di Jogyakarta. Beliau meninggal disaat Indonesia telah merdeka
      Ki Hajar Dewantara ditetapkan oleh Presiden Soekarno sebagai pahlawan nasional pada tanggal 28 November 1959 melalui surat Keputusan Presiden RI No.305 tahun 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya sebagai Bapak Pendidikan Nasional, tanggal lahirnya (2 Mei) diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
      Aku sangat bersyukur ada pahlawan seperti Ki Hajar Dewantara. Tanpa  pengorbanan beliau tidak semua orang bisa merasakan pendidikan pada saat ini.

Sumber: Wikipedia

Disusun Oleh:

Nama: Najwa Anisa Safitri

Kelas: VI B

Sekolah: SDN Wonokusumo V / 44



GOOGLE GLASS


Google glass adalah kacamata yang sedang dikembangkan oleh Google X Lab, perusahaan milik Google melalui proyek riset (penelitian) dan pengembangan Project Glass. Perangkat ini menampilkan informasi dalam format bergaya telepon pintar (Smartphone), yang bisa terhubung dengan internet melalui bahasa alami.
            Saat ini, kacamata yang diproduksi tidak memiliki lensa terpasang, namun Google sedang mempertimbangkan kemitraan dengan produksi kacamata, seperti Ray-Ban atau Warby Parker, serta dengan para pengecer, agar konsumen bisa mencoba perangkat Google Glass sebelum membelinya. Explorer Edition tidak bisa digunakan oleh orang-orang yang memakai kacamata resep (kacamata minus dan plus yang dibeli di optic atau dokter mata), namun Google telah mengonfirmasi bahwa mereka akan berupaya agar Google Glass bisa beroperasi dengan lensa yang sesuai dengan resep pemakainya. 
Disusun Oleh: 
Nama: Najwa Anisa Safitri
Kelas: VI B
Sekolah: SDN Wonokusumo v / 44
 Sumber: Wikipedia
 



BRAIND MAGIC

            Tawa riuh anak-anak di sebuah kerajaan besar, terdengar amat sangat nyaring. Mereka berlari-larian dengan gembiranya. Seorang gadis cilik seusia mereka hanya bisa melihat mereka dibalik tirai jendela yang berwarna merah. Tirai yang bisa menutupi kesedihannya selama ini.
            Nama gadis itu adalah Braind. Sebagai seorang puteri raja yang paling cerdas di antara 5 saudaranya, ia telah diberi amanat oleh orang tuaknya, paduka raja dan ratu untuk memimpin kerajaan ini, meskipun ia masih berumur 12 tahun. Setiap hari, Braind selalu belajar cara menjadi puteri yang baik, cara membuat rencana, dan juga cara memimpin kerajaan . Hidup sebagai seorang puteri selalu diatur sampai membuat Braind kesal.
            Hobi Braind adalah membaca buku. Buku kesukaannya adalah tentang petualangan. Meskipun itu hanya dongeng saja, dia sangat menyukainya. Melawan orang jahat bersama teman-temannya, Braind selalu tersenyum saat membayangkannya. Dan tempat kesukaan Braind adalah loteng menara kerajaan. Di sana dia bisa membaca bukunya dengan tenang, tanpa harus diganggu kakak-kakaknya.
            Karena sudah tidak tahan lagi, Braind mulai menyusun rencana kepergiannya. Pengawal yang selalu menjaga 24 jam itu tak akan tertipu dengan wajah Braind meskipun sudah dipalsukan. Karena itu, Braind berencana mencuri buku dari perpustakaan kerajaan. Buku sulap terhebat yang disukai sahabatnya, Maggie (baca: Mejii).
            Malam itu, sesudah makan malam, Braind mulai menjalankan aksinya.
            “Apa yang ingin Nanda lakukan di larut malam ini?”, Tanya ayahanda Raja bingung. Tampaknya, Raja amat sangat mengetahui kebiasaan anaknya itu. selesai makan malam, Braind akan langsung tertidur karena kecapekan belajar.
            “Untuk belajar di perpustakaan kerajaan, Ayahanda. Ada hal yang tak saya ketahui tentang cara memimpin yang baik dan benar”, jawab Braind sambil tersenyum seramah dan sesopan mungkin. Raja dan Ratu pun tersenyum bangga.
            “Kalau begitu, pergilah. Tapi, jam 10 malam, kamu sudah harus kembali ke kamarmu untuk tidur”, ujar ibunda Ratu. Braind mengangguk dan pergi menuju lantai 2.
            Braind menaiki tangga kerajaan yang setiap pinggirnya dilapisi emas dan perak murni. Sesampainya di perpustakaan, dibukanya pintu perpustakaan yang paling besar. Dicarinya buku tentang trik sulap yang sering dibaca oleh Maggie, pembantu setia kerajaan mereka sekaligus sahabat pertama Braind. Namun, tiba-tiba saja Maggie membencinya tanpa sebab dan sekarang sudah pindah, entah ke mana tak ada yang tahu.
            “Tak ada. Di sini juga tak ada. Di mana sih, bukunya?!”, Tanya Braind yang sudah mulai kesal. Tanpa sadar, disenggolnya sebuah rak paling kecil dan membuat buku-buku berjatuhan. “Aakkh…”, erangku kesakitan. Meskipun ia seorang putri, Braind masih amat sangat ceroboh.
            Rak itu terbuka seperti sebuah pintu. Di dalamnya terdapat tangga menuju bawah tanah, ruang rahasia!!
            “Apa ini?! Tangga ruang bawah rahasia?!”, ujar Braind kaget. Ia pun turun melalui tangga ruang bawah tanah yang menakutkan. Sementara itu, buku-buku yang berserakan di lantai, kembali tersusun rapi di rak seolah ada yang seseorang yang merapikannya. Rak buku itu menutup, membuat jalan menuruni tangga menjadi gelap. Siapapun pasti akan ketakutan karena tangga  itu benar-benar sangat gelap, dan juga tidak ada pegangan. Hanya tembok rapuh yang dingin yang menjadi tuntunan turun.
            Tangga terasa sangat panjang. Entah sudah berapa kali kaki Braind turun, ia tak pernah sampai. Hingga ia menemukan secercah cahaya terang dari api unggun.
            Di ruang bawah tanah…
            “Ah, tangganya sudah habis!! Apakah sekarang aku… sedang ada di ruang bawah tanah rahasia?”, Tanya Braind bergidik ngeri sambil memperhatikan sekelilingnya.
            Braind mulai mendekati cahaya api itu dengan hati-hati. Hatinya sangat khawatir akan bahaya yang tak terduga. Dilihatnya letak cahaya api itu. Ternyata, ada semacam perpustakaan besar di ruangan ini!
            “Waah… banyak sekali!!”, ucap Braind kagum, sekaligus senang. Tanpa sadar, lagi-lagi ia harus kembali terjatuh karena kakinya menyenggol sebuah kardus. Tampaknya isi kardus itu adalah buku-buku kuno..
            Dilihatnya setumpuk buku yang mulanya rapi, menjadi berceceran. Dan terlihat, sebuah buku bersampul kuning lusuh. “Ini dia bukunya!!”, gumam Braind. Diambilnya buku sulap itu dengan gembira. Braind membersihkan buku sulap itu.
            Saat hendak keluar dari ruang bawah tanah (mungkin, sekarang bisa disebut sebagai ruang perpustakaan bawah tanah), tersadarlah Braind. Tak ada tangga yang tadi menuntunnya turun.
            “Aduuh… bagaimana ini?! Nanti aku ketahuan oleh ayahanda dan ibunda!!”, ujarku ketakutan.
            “Tutuplah matamu, gadis kecil!!”, perintah sebuah suara yang asing.
            Meskipun tak tahu maksud perintah itu dan suara siapa itu, Braind tetap menutup matanya. Berharap ia bisa keluar dari ruang bawah tanah yang menyeramkan ini.
            “Sekarang, kau boleh membuka matamu lagi”, perintah suara itu lagi.Braind membuka matanya secara perlahan.
            Hari sudah pagi. Ia berada di ruangan yang asing. Braind menjadi ketakutan.
            “Eh?! Di… di mana ini?!”, Tanya Braind histeris. Tiba-tiba, sebuah kepala mungil muncul dari pintu ruangan. Itu Maggie!!
            “Maggie?!”, Tanya Braind kaget .
            “Iya, aku Maggie!! Ternyata, nona sudah sadar!! Syukurlah!! Kemarin malam, nona pingsan di depan rumahku”, jelas Maggie panjang lebar. Tanpa basa-basi, Braind langsung memeluknya sahabat yang sangat ia sayangi itu. hampir Maggie tak bisa bernapas karena pelukan erat Braind.
            Maggie pun balas memeluknya. Pagi ini, pastinya hari keberuntungan bagi Braind. Ia bisa bertemu dengan Maggie lagi, dan tentunya terbebas dari siksaan di kerajaan.
            Hari ini, Braind memutuskan untuk bebas. Digunakannya nama Sakura!! (ini hasil diskusi 1 jam antara keluarga Maggie dan Braind, lho). Rambut Braind yang panjang, dikepang 1 agar tak terlihat sebagai tuan puteri lagi. Dengan pakaian Maggie yang berwarna pink, ia berubah menjadi seorang gadis desa yang polos.                                                                                                                                                                                                                                   
            Mulai pagi ini, Braind akan menjalani harinya dengan berbeda. Ia akan tertawa bersama anak-anak yang lainnya. Seandainya ini mimpi, Braind tak ingin bangun lagi.
            “Gimana kalau kita ke lapangan?”, ajak Maggie. Braind langsung mengangguk.
            Mereka segera menuju lapangan, namun, tiba-tiba seorang gadis datang berlari ke arah mereka.
            “Maggie!!”, teriaknya lalu menubruk tubuh Maggie yang kurus. Sontak, Maggie langsung menghindar.
            “Apaan sih, Fira?”, Tanya Maggie risih kepada Fira.
            “Gini Maggie, di lapangan, wanita penyihir itu datang lagi!!!”, jawab Fira panic. Tiga gadis cilik itu langsung berlari menuju lapangan.
            “B-bagaimana ini?! kita harus menolong warga desa!! Kalau tidak…”, ucapan Braind langsung terpotong setelah melihat lirikan tajam Maggie.
            “Aku tak tahu!!! Kenapa kau sungguh peduli pada kami semua!! Kami tak peduli denganmu!! Biar kau mati, kami tak akan peduli!! Termasuk juga aku!! Kenapa kau masih memikirkan kami?!”, Tanya Maggie dengan pedasnya. Dari raut wajahnya saja, pasti semua orang tahu, betapa Maggie sangat membenci Braind.
            “Karena kau… adalah sahabat pertamaku. Dan sebagai seorang puteri, aku harus melindungi rakyatku”, jawab Braind. Namun, hatinya terasa sakit. Sakit sekali setelah mendengar ucapan Maggie yang begitu pedasnya.
            Maggie hanya diam tak perduli. Ia segera meninggalkan Braind bersama Fira.
            “Tak kusangka. Selama ini, senyuman rakyat hanyalah bohongan saja. Aku sudah tak sanggup!! Sekarang… apa yang bisa kulakukan?!”, Tanya Braind dalam hati. Ia menangis pelan. Tak ingin ada yang tahu.
            Tapi, di sela-sela tangisnya, Braind merasa samar-samar suara Maggie dan Fira meminta tolong. Meskipun, sahabatnya itu telah melukai hatinya, Braind tetap ingin menolongnya. Ia segera berlari menuju lapangan, menyusul Maggie dan Fira.
            Di lapangan, Maggie dan Fira menghadapi monster yang amat sangat besar. Amat menakutkan. Perbuatan seperti ini, biasanya dilakukan oleh si penyihir jahat di wilayah desa Kerajaan Berlian.
“Uukh…”, rintih Maggie kesakitan saat lehernya dicekik oleh sosok monster yang amat sangat besar. “Bagaimana ini?! jika begini terus, kami bisa mati!!!”, gumam Maggie bingung.
            Ia gerakkan tangan kanannya yang serasa seperti batu itu dengan pelan saat monster itu lengah.
            “Rasakan ini, monster jelek!!!”, teriak Maggie sambil mengayunkan tangannya. “Sageata Red (Panah Merah) Maggie!!!”.
            Monster itu langsung melepaskan Maggie dan Fira. Matanya sobek karena serangan Maggie.
               “Wah, wah, ternyata kau bisa menggunakan sihir juga, ya. Hebat!!”, puji Wanita Sihir itu dengan bahasa Cinanya yang sangat fasih sambil tersenyum sinis. Maggie dan Fira langsung merasa ketakutan.
               “Kalau begitu, kau harus menyaksikan ini. Sageata Neagra (Panah Hitam)!!!”, seru wanita itu. Panah hitam langsung menuju ke arah mereka berdua. Maggie seketika itu menangis ketakutan. Bayangan semua orang yang disayanginya berputar di ingatannya, juga bayangan Braind. 
            Braind yang saat itu menyelamatkan dia dari serigala di hutan dengan tongkat kayunya. Meskipun dia masih berumur 6 tahun, Braind sudah berani menolong sahabatnya itu. mungkin jika Braind tidak datang, ia sudah tewas dahulu.
            “Karena kau… adalah sahabat pertamaku”, ucapan Braind tadi teringat kembali di ingatannya.
            “Sinar Penghalang!!!”, teriak seorang gadis. Suara yang amat sangat ia kenal. Maggie menoleh ke belakang. Gadis manis yang baru saja ia sakiti hatinya, datang ke lapangan untuk menyelamatkannya.
               “Tak akan kubiarkan, kau melukai sahabat-sahabatku!!!!”, seru Braind marah. Braind segera melempar sebatang kayu yang cukup besar.
               “Kyaa!!!”, teriak wanita sihir itu. lemparan itu tepat mengenai kepalanya. Braind segera berlari ke Maggie dan Fira yang terluka cukup parah.
               “Kalian berdua tak apa?”, tanyanya. Maggie tiba-tiba memeluk Braind sambil menangis. 
               “Maafkan aku, nona Braind... Selama ini, saya berbuat buruk pada anda…”, ujar Maggie sambil terisak pelan.
               “Tidak kok. Kamu selalu baik. Aku senang dapat memiliki sahabat sepertimu”, hibur Braind. Ia tersenyum sangat manis.
               “Ya, non. Saya juga sangat senang”, balas Maggie .
               “Ukh.. sialan!! Akan kuhabisi kalian!! Dragon intuneric (Naga Kegelapan)!!!”, teriak penyihir itu. Tiba-tiba, muncullah seekor naga hitam dari dalam tanah.
               “Dragon intuneric?! Mustahil!! Itu sihir terlarang!!”, seru Maggie dan Fira cemas.
               “Jangan takut. Kalian larilah dahulu!!”, perintah Braind.
               “Tapi… Saku… ah, maksudku Nona Braind, bagaimana dengan anda?!”, Tanya Fira ikut cemas.
               “Aku tak apa”, jawab Braind singkat sambil tersenyum tenang. Seolah tak akan terjadi hal buruk padanya “Aku akan berusaha menghalanginya. Sementara kalian, ambillah buku sulap yang kubawa dari ruang bawah tanah tersegel di kerajaan, dan segera bawa warga mengungsi di tempat yang aman”.
               “B-baik!!”, jawab Maggie dan Fira. Mereka segera berlari meninggalkan Braind bersama penyihir hitam itu. setelah yakin mereka berdua telah pergi, Braind pun mulai bersiap untuk menghadapi penyihir jahat itu.
            “Wah, kita bertemu lagi, Sakura-chan. Ataukah, harus kupanggil ‘Si Putri Bungsu Braind’?”, Tanya wanita penyihir itu.
 Eh?! Dari mana dia tahu bahwa aku puteri Braind?!”, Tanya Braind dalam hati. Ia kaget sekali.
            “Seorang puteri tak boleh melarikan diri dari kewajibanmu. Apalagi kamu telah dicalonkan sebagai pemimpin kerajaan. Jangan seperti aku. Jika kamu sepertiku, kamu akan menyesal nantinya”, ujar wanita penyihir itu sambil tersenyum masam. Kata-katanya bijak sekali.
            “Apakah kau dulunya juga seorang puteri?”, Tanya Braind bingung. Wanita itu tiba-tiba langsung murung.
            “Lebih tepatnya calon ratu”, ralat wanita itu.
            “Kenapa kamu melarikan diri?”, Tanya Braind lagi.
            “Karena aku sangat tersiksa oleh beban-beban yang dihadapkan padaku di masa depan nanti. Sama sepertimu sekarang ini”, jawab wanita itu. ia kembali tersenyum masam. Tapi, mata wanita itu, sinar mata itu… Braind pernah melihatnya… pada kakaknya yang hilang 5 tahun yang lalu!!
            “K-kak Lili?”, Tanya Braind tak percaya.
            “Wah, baru nyadar, ya?”, Kak Lili balas bertanya dengan tersenyum simpul.
            “Tapi, kenapa kakak berubah menjadi penyihir jahat?! Kakak kan…”, Braind tak bisa meneruskan kata-kataku.
            “Hati manusia bisa berubah. Hanya karena suatu masalah yang telah kuanggap berat inilah, aku menjadi putus asa”, jawab Kak Lili dengan dinginnya.
            “Tapi, kenapa kakak tak berusaha menahannya?!”, Tanya Braind lagi. Ia memang juga berharap bertemu dengan kakaknya lagi, tapi… bukan dalam posisi ini! Bukan dalam posisi sebagai musuh!! Tapi sebagai saudara yang erat hubungannya seperti dulu!
            “Aku sudah tak bisa. Tak ada yang memperdulikanku. Karena itu, aku menjadi begini”, jawab Kak Lili dengan pandangan mata sedih.
            “K-kalau begitu… aku yang akan mengembalikan kakak seperti semula!!!”, seru Braind sambil menunjuk Kak Lili. Ia ingin kakaknya kembali seperti dulu. Wajah Kak Lili yang selalu bersinar cerah meskipun malam. Senyumnya yang selalu menghangatkan suasana. Ia rindu semua itu!!!
            “Sudahlah. Aku harus menghancurkan dunia kecil ini, karena itu memang sudah menjadi tugasku”, kata Kak Lili lalu menghilang.
            Braind hanya terdiam kaku. Apa yang harus ia lakukan sekarang?
            Kak Lili terbang di angkasa dengan naga hitamnya, meninggalkan Braind yang terdiam kaku. Ucapan adiknya tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya. “K-kalau begitu… aku yang akan mengembalikanmu seperti semula!!!”.
            Kak Lili berusaha terus menyadarkan dirinya. Ia harus focus. Tak boleh goyang oleh kata-kata kecil adiknya yang sedang bermimpi itu. tapi, desa tampak begitu sepi. Seolah tak berpenghuni selama bertahun-tahun lamanya.
            “Hei, penyihir jahat!!!”, panggil seorang gadis. Kak Lili menoleh ke bawah. Itu Maggie!!
            “Kau pasti mencari semua penduduk, kan?! Sebetulnya, mereka sudah kami ungsikan ke tempat yang aman!! Ini berkat ide puteri cerdas kami, yaitu Puteri Braind!!”, ejeknya.
Kak Lili kaget. Braind bukan anak yang mudah mengatur rencana seperti ini. “Mungkin karena dia sudah besar, dia sudah bisa menyusun rencana seperti ini…”, pikir Kak Lili.
            “Huh, jangan sok ya, gadis kecil!! Rasakan ini!! Sihir Pembunuh: Tali penghisap roh!!”, seru Kak Lili marah. Tali hitam sihir itu langsung mengenai tubuh kurus Maggie. “Ya, inilah balasan orang yang berani-beraninya mengejekku!”.
            “Sihir perusak: Panah Es!!”, seru Braind dari kejauhan. Panah-panah es itu langsung memotong tali sihir Kak Lili, juga menyerangnya.
            “Kak, kali ini, kau akan kukembalikan seperti dulu!!”, seru Braind. Maggie hanya bisa tercengang.
            “K-kakak?! Siapa dia, nona Braind?!”, Tanya Maggie kebingungan saat mendengar Braind memanggil Kak Lili dengan sebutan “Kak”.
            “Oh, dia Kak Lili yang kabur 5 tahun yang lalu”, jawab Braind tenang.
            “Apa?! Gak mirip!!”, seru Maggie tak percaya. Tatapan Maggie seperti orang yang jijik melihat suatu hal.
            “Enak aja nggak mirip, waktu itu aku kan masih umur 13 tahun, sekarang aku sudah berumur 18 tahun!!”, bantah Kak Lili marah.
            “Hei, Braind. Kamu juga sebaiknya sadar. Aku tidak bisa dikembalikan seperti dulu”, ujar Kak Lili angkuh.
            “Tentu saja!! Karena kakak adalah  ‘Sang Heart’!”, ujar Braind bersemangat.
            “Heart???”, Tanya Maggie dan Kak Lili kebingungan. Braind hanya tersenyum percaya diri. Ia segera menoleh ke belakang. Bright, saudara kembar Braind yang bijaksana, muncul dari hutan tanpa hawa kehadiran (gara-gara itu, Bright sempat disebut hantu oleh Braind).
            “Lebih tepatnya… kartu Heart yang layu karena basah oleh air. Kakak adalah sang kartu yang putus asa karena merasa tersiksa dan hanya bisa menangis, yang membuatnya semakin layu dan rapuh. Kakak merasa tersiksa, selama ini kakak diejek oleh warga desa jika kakak melakukan suatu kesalahan, dan itu menjadi penyebab kakak harus terus dimarahi oleh ayahanda. Tapi, hari itu, kakak melakukan suatu kesalahan yang sangat fatal, karena kecelakaan 5 tahun yang lalu, ada beberapa warga yang hilang. Ayahanda akhirnya marah lagi, namun lebih kasar, membuat pertahanan kakak yang memang sudah rapuh menjadi hancur. Karena itu, kakak akhirnya kabur dan dipengaruhi oleh penyihir hitam yang sebelumnya”, jelas Bright panjang lebar.
            “Kakak… tersiksa, kan? Kakak kesepian, kan? Kakak pasti ingin cerita hal ini pada seseorang, tapi kakak takut kakak akan lebih merasa sakit lagi, kan? Jawablah kak!!”, desak Braind.
            “Iya, non Lili!! Daripada anda bersedih sendirian!! Lebih baik anda ceritakan pada kami!! Akan kami dengarkan!!”, tambah Maggie.
Kak Lili terdiam memandangi mereka dari celah rambutnya yang sangat panjang. Ia merasa bingung. Tapi, itu benar. Semua benar… hanya saja, tetap saja dirinya merasa sakit hati.
            “Ah, kalian sungguh berisik sekali!!”, seru Kak Lili marah. Kak Lili reflex menyerang mereka. Naga hitamnya menyemburkan api larvanya pada tiga gadis itu.
            “Kyaaa!!”, teriak Braind, Bright, dan Maggie. Kak Lili tersentak mendengar teriakan kedua adiknya. Ia melihat ke sekeliling. Tubuh tiga gadis kecil tampak terluka parah dengan darah di sekeliling mereka.
            “Braind, Bright, Maggie!!!”, seru Kak Lili cemas. Dihampirinya mereka bertiga. “Kalian tidak apa-apa?!”, tanyanya.
            “Kami tidak apa-apa kok, kak… ukh!!”, jawab Bright sambil menahan sakit. Tangannya terluka parah. Sementara itu, Braind hanya bisa tersenyum masam.
            “Iya, non!! Harusnya kami yang nanya, Nona Lili baik-baik saja, kan?”, Tanya Maggie dengan tulusnya.
            Kak Lili kaget sendiri. mereka berusaha tampil tegar di hadapannya, “padahal mereka masih anak-anak. Mereka tulus mengkhawatirkanku. Padahal aku sudah menyakiti mereka. Apa aku harus menjawabnya? Tapi, apa yang harus aku jawab?”.
            Air mata Kak Lili membasahi pipi merahnya. “Aku… benar-benar tidak mau melihat mereka bertiga terluka. Karena mereka adalah orang-orang pertama yang mau mengerti tentangku, terutama Braind”.
            “Aku… nggak apa-apa…”, jawab Kak Lili sambil menangis. Ia juga berusaha tegar menahan tangis.
Mereka bertiga hanya tersenyum ramah. Bright mendekat dan memberikan sapu tangan orange favoritnya. Braind mengembalikan naga hitam milik Kak Lili ke alamnya (entah bagaimana caranya itu bisa dikembalikan oleh Braind). Sementara Maggie, ia merapikan rambut panjang Kak Lili yang berantakan.
            Braind berjalan mendekati kakaknya.. Lalu, meletakkan sebuah benda yang mengganjal di rambut Kak Lili yang telah rapi.
            “A-apa ini?”, Tanya Kak Lili heran. Benda itu terasa sangat mengganjal di kepalanya.
            “Ini hadiah ulang tahun kakak!! Jangan karena lama tak pakai mahkota, kakak lupa gimana memakainya, ya!!”, jawab Braind sambil menjulurkan lidahnya.
            Kak Lili teringat bahwa ini hari ulang tahunnya. Tapi, ia bingung dengan mahkota kecil yang kini berada tepat di atas kepalanya.
            “Kenapa kamu memberiku mahkota?”, Tanya Kak Lili heran. Ia sadar, kini ia hanyalah seorang penyihir. Bukan lagi seorang puteri raja yang seenaknya memerintah.
            “Kok masih tanya? Kami semua masih menganggap kakak sebagai puteri!! Ayo, kita kembali ke istana!!”, ajak Bright sambil mengulurkan tangannya yang tulus. Kak Lili membalas uluran tangan itu. ia tersenyum amat sangat ramah. Senyuman yang sangat dirindukan oleh semua orang.
            “Ya, ayo kita segera pergi!!”, balas Braind dan Maggie. Mereka berempat akhirnya menunggangi kuda (kebetulan Bright membawa 2 kuda yang ia simpan di balik rumah-rumah agar tidak terluka).
            Sebentar lagi, akhirnya aku bisa menemui ayahanda dan ibunda lagi…”, gumam Kak Lili senang.
            Mereka menyusuri hutan dengan kuda kerajaan. Braind naik kuda bersama Maggie, sedangkan Bright bersama Kak Lili. Pada perjalanan ini, mereka berempat mengadakan balapan. Dan yang terakhir sampai kerajaan harus memberikan snacknya untuk dimakan pemenang selama 1 minggu.
            “Ayo, pacu kudanya lebih kencang Maggie!!!”, perintah Braind. Maggie langsung memacu kudanya dengan kecepatan tinggi.
            “Kami nggak akan kalah!!”, seru Bright. Ia langsung memacu kudanya dengan kecepatan yang sama. Sementara, kerajaan sudah di depan mata.
            “Itu kerajaannya sudah dekat, non!!”, seru Maggie.
            “Bagus!! Ayo cepatkan kecepatan kudanya!!”, balasku dengan tersenyum antusias.
            Mereka melewati bukit kecil di depan hutan istana.
            “Yey, aku menang! Bright, siap-siap nggak dapat snack selama seminggu!!”, ejek Braind.
            Para pengawal tampak memandangi mereka. Dilihatnya sosok gadis remaja yang anggun itu. dan tiga gadis di dekatnya. Para pengawal menghampiri mereka. Mengajak mereka masuk ke aula kerajaan. Ratu dan raja kaget melihat putri mereka telah kembali.
            “Li… Lili!! Kamu kembali, nak! Kamu dari mana saja? Ibunda sangat cemas padamu!”, seru ibunda. Dipeluknya Kak Lili dengan kasih sayang penuh.
            Kak Lili terkejut. Ia pikir orang tuanya juga tidak peduli padanya. Kak Lili pun menangis lagi. “Maaf ya, ibunda…”, hanya itu kata-kata Kak Lili. Semua yang ada di aula kerajaan tersenyum penuh haru.
             Selama seminggu dirayakan kembalinya Puteri Lili yang ramah. Maggie dan keluarganya juga kembali bekerja di Kerajaan Berlian kembali.
            1 tahun kemudian…
            Diumurnya yang sudah berusia 19 tahun itu, Kak Lili diangkat menjadi ratu. Sebagai puteri pertama, pastinya ia sangat adil dan bijaksana. Masyarakat sangat senang atas pengangkatan Puteri yang paling ramah ini.
            Pagi sebelum acara upacara penurunan kekuasaan, Kak Lili dirias oleh keluarganya sendiri. Kak Tania dan Ratu memilih baju, Maggie menyiapkan peralatan dandan, sedangkan Braind dan Bright menyiapkan sepatu yang akan terlihat serasi dengan baju Kak Lili.
            “Lili, pakai baju warna putih saja. Itu terlihat bagus”, saran ratu sambil memperlihatkan gaun cantik berwarna putih.
            “Ibunda, itu seperti gaun pengantin”, ujar Kak Lili malu.
            “Kalau begitu, tambah bunga mawar saja. Saya sudah memetiknya tadi pagi”, saran Maggie sambil membawa seikat bunga mawar berwarna merah.
            “ Wah, itu bagus sekali. Kita pasang saja bunga mawarnya sekarang!!”, ujar Kak Tania sambil menerima seikat bunga mawar tersebut. Mereka mulai memasang bunga mawar itu di gaun Puteri Lili.
            “Hebat, non!! Cocok sekali!!”, puji Maggie. Braind dan Bright yang tertarik pun menoleh.
            Kak Lili mengenakan sebuah gaun berwarna putih dengan hiasan bunga mawar. Ia memakai sebuah kalung dengan motif mawar yang indah sekali. Di rambutnya diberi jepit bunga mawar.
            “Wah, bunga mawar!! Kalau begitu, pakai ini saja!!”, saran ‘Si Kembar Pemberani’, Braind dan Braight, sambil mengambil sepasang sepatu berwarna putih yang berhiaskan mawar di tengahnya.
            Kak Lili pun memakainya. Ia terlihat penuh dengan bunga mawar merah.
            “Cantiknya…”, puji Braind kagum. Kak Lili benar-benar terlihat seperti puteri kerajaan sejati!! Rambutnya yang bergelombang, terurai dengan indahnya. Ditambah jepit mawarnya yang menahan poni panjangnya turun.
            “Ayo, kita ke aula kerajaan!!”, ajak Bright. Keluarga hangat itu segera keluar dari kamar Kak Lili dan turun ke aula kerajaan. Sesampainya di aula, seluruh rakyat telah berkumpul. Mereka semua terkagum-kagum melihat kecantikan dan keanggunan ratu mereka.
            “Baiklah, semuanya!! Inilah ratu baru kita, Puteri Lili!!”, seru Pangeran Aldo, kakak laki-laki Braind yang pertama, dengan semangat. Semua bersorak gembira. Kak Lili hanya tersipu malu. Mukanya yang berwarna putih, tanpa dandanan, tetap tampak cantik.
            Braind tampak tersenyum sangat ceria. Maggie menghampirinya. “Nggak sedih posisi anda digantikan?”, tanyanya mengejek.
            “Oh, nggak dong. Aku lebih senang Kak Lili yang menjadi ratu. Ia sangat bijaksana”, jawab Braind. “Daripada mengurusi kekuasaan kerajaan, kita main saja, yuk!!”, ajak Braind.
            Maggie dan Bright langsung mengangguk. Mereka bertiga segera berlari ke arah taman kerajaan. Bermain bersama, tertawa bersama di antara bunga-bunga mawar kerajaan yang baru mekar dengan indahnya.
            “Selamat tinggal diriku yang lama!! Selamat datang diriku yang baru!! Aku akan selalu berusaha menjadi seorang gadis yang lebih baik lagi, agar bisa membuat semua orang yang kusayangi tersenyum gembira!”, seru 3 gadis cilik itu. mereka tertawa lepas dan bergandengan tangan. Mawar-mawar itu mekar makin indah, seindah senyuman 3 gadis itu. 



DISUSUN OLEH:
Nama: Najwa Anisa Safitri
Kelas: VI B
Sekolah: SDN Wonokusumo V

Yuk Baca!

Yuk Baca!
Aktivitas di pos baca girli