BRAIND
MAGIC
Tawa riuh anak-anak di sebuah kerajaan besar, terdengar
amat sangat nyaring. Mereka berlari-larian dengan gembiranya. Seorang gadis
cilik seusia mereka hanya bisa melihat mereka dibalik tirai jendela yang
berwarna merah. Tirai yang bisa menutupi kesedihannya selama ini.
Nama gadis itu adalah Braind. Sebagai seorang puteri raja
yang paling cerdas di antara 5 saudaranya, ia telah diberi amanat oleh orang
tuaknya, paduka raja dan ratu untuk memimpin kerajaan ini, meskipun ia masih
berumur 12 tahun. Setiap hari, Braind selalu belajar cara menjadi puteri yang
baik, cara membuat rencana, dan juga cara memimpin kerajaan . Hidup sebagai
seorang puteri selalu diatur sampai membuat Braind kesal.
Hobi Braind adalah membaca buku. Buku kesukaannya adalah
tentang petualangan. Meskipun itu hanya dongeng saja, dia sangat menyukainya.
Melawan orang jahat bersama teman-temannya, Braind selalu tersenyum saat
membayangkannya. Dan tempat kesukaan Braind adalah loteng menara kerajaan. Di
sana dia bisa membaca bukunya dengan tenang, tanpa harus diganggu
kakak-kakaknya.
Karena sudah tidak tahan lagi, Braind mulai menyusun
rencana kepergiannya. Pengawal yang selalu menjaga 24 jam itu tak akan tertipu
dengan wajah Braind meskipun sudah dipalsukan. Karena itu, Braind berencana
mencuri buku dari perpustakaan kerajaan. Buku sulap terhebat yang disukai
sahabatnya, Maggie (baca: Mejii).
Malam itu, sesudah makan malam, Braind mulai menjalankan
aksinya.
“Apa yang ingin Nanda lakukan di larut malam ini?”, Tanya
ayahanda Raja bingung. Tampaknya, Raja amat sangat mengetahui kebiasaan anaknya
itu. selesai makan malam, Braind akan langsung tertidur karena kecapekan
belajar.
“Untuk belajar di perpustakaan kerajaan, Ayahanda. Ada
hal yang tak saya ketahui tentang cara memimpin yang baik dan benar”, jawab
Braind sambil tersenyum seramah dan sesopan mungkin. Raja dan Ratu pun
tersenyum bangga.
“Kalau begitu, pergilah. Tapi, jam 10 malam, kamu sudah
harus kembali ke kamarmu untuk tidur”, ujar ibunda Ratu. Braind mengangguk dan
pergi menuju lantai 2.
Braind menaiki tangga kerajaan yang setiap pinggirnya
dilapisi emas dan perak murni. Sesampainya di perpustakaan, dibukanya pintu
perpustakaan yang paling besar. Dicarinya buku tentang trik sulap yang sering
dibaca oleh Maggie, pembantu setia kerajaan mereka sekaligus sahabat pertama
Braind. Namun, tiba-tiba saja Maggie membencinya tanpa sebab dan sekarang sudah
pindah, entah ke mana tak ada yang tahu.
“Tak ada. Di sini juga tak ada. Di mana sih, bukunya?!”, Tanya
Braind yang sudah mulai kesal. Tanpa sadar, disenggolnya sebuah rak paling
kecil dan membuat buku-buku berjatuhan. “Aakkh…”, erangku kesakitan. Meskipun
ia seorang putri, Braind masih amat sangat ceroboh.
Rak itu terbuka seperti sebuah pintu. Di dalamnya
terdapat tangga menuju bawah tanah, ruang rahasia!!
“Apa ini?! Tangga ruang bawah rahasia?!”, ujar Braind kaget.
Ia pun turun melalui tangga ruang bawah tanah yang menakutkan. Sementara itu,
buku-buku yang berserakan di lantai, kembali tersusun rapi di rak seolah ada
yang seseorang yang merapikannya. Rak buku itu menutup, membuat jalan menuruni
tangga menjadi gelap. Siapapun pasti akan ketakutan karena tangga itu benar-benar sangat gelap, dan juga tidak
ada pegangan. Hanya tembok rapuh yang dingin yang menjadi tuntunan turun.
Tangga terasa sangat panjang. Entah sudah berapa kali
kaki Braind turun, ia tak pernah sampai. Hingga ia menemukan secercah cahaya
terang dari api unggun.
Di ruang bawah tanah…
“Ah, tangganya sudah habis!! Apakah sekarang aku… sedang
ada di ruang bawah tanah rahasia?”, Tanya Braind bergidik ngeri sambil
memperhatikan sekelilingnya.
Braind mulai mendekati cahaya api itu dengan hati-hati.
Hatinya sangat khawatir akan bahaya yang tak terduga. Dilihatnya letak cahaya
api itu. Ternyata, ada semacam perpustakaan besar di ruangan ini!
“Waah… banyak sekali!!”, ucap Braind kagum, sekaligus
senang. Tanpa sadar, lagi-lagi ia harus kembali terjatuh karena kakinya
menyenggol sebuah kardus. Tampaknya isi kardus itu adalah buku-buku kuno..
Dilihatnya setumpuk buku yang mulanya rapi, menjadi berceceran.
Dan terlihat, sebuah buku bersampul kuning lusuh. “Ini dia bukunya!!”, gumam Braind. Diambilnya buku sulap itu dengan
gembira. Braind membersihkan buku sulap itu.
Saat hendak keluar dari ruang bawah tanah (mungkin,
sekarang bisa disebut sebagai ruang perpustakaan bawah tanah), tersadarlah
Braind. Tak ada tangga yang tadi menuntunnya turun.
“Aduuh… bagaimana ini?! Nanti aku ketahuan oleh ayahanda
dan ibunda!!”, ujarku ketakutan.
“Tutuplah matamu, gadis kecil!!”,
perintah sebuah suara yang asing.
Meskipun tak tahu maksud perintah itu dan suara siapa itu,
Braind tetap menutup matanya. Berharap ia bisa keluar dari ruang bawah tanah
yang menyeramkan ini.
“Sekarang, kau boleh membuka matamu lagi”,
perintah suara itu lagi.Braind membuka matanya secara perlahan.
Hari sudah pagi. Ia berada di ruangan yang asing. Braind
menjadi ketakutan.
“Eh?! Di… di mana ini?!”, Tanya Braind histeris.
Tiba-tiba, sebuah kepala mungil muncul dari pintu ruangan. Itu Maggie!!
“Maggie?!”, Tanya Braind kaget .
“Iya, aku Maggie!! Ternyata, nona sudah sadar!!
Syukurlah!! Kemarin malam, nona pingsan di depan rumahku”, jelas Maggie panjang
lebar. Tanpa basa-basi, Braind langsung memeluknya sahabat yang sangat ia
sayangi itu. hampir Maggie tak bisa bernapas karena pelukan erat Braind.
Maggie pun balas memeluknya. Pagi ini, pastinya hari
keberuntungan bagi Braind. Ia bisa bertemu dengan Maggie lagi, dan tentunya
terbebas dari siksaan di kerajaan.
Hari ini, Braind memutuskan untuk bebas. Digunakannya
nama Sakura!! (ini hasil diskusi 1 jam antara keluarga Maggie dan Braind, lho).
Rambut Braind yang panjang, dikepang 1 agar tak terlihat sebagai tuan puteri
lagi. Dengan pakaian Maggie yang berwarna pink, ia berubah menjadi seorang
gadis desa yang polos.
Mulai pagi ini, Braind akan menjalani harinya dengan
berbeda. Ia akan tertawa bersama anak-anak yang lainnya. Seandainya ini mimpi,
Braind tak ingin bangun lagi.
“Gimana kalau kita ke lapangan?”, ajak Maggie. Braind
langsung mengangguk.
Mereka segera menuju lapangan, namun, tiba-tiba seorang
gadis datang berlari ke arah mereka.
“Maggie!!”, teriaknya lalu menubruk tubuh Maggie yang
kurus. Sontak, Maggie langsung menghindar.
“Apaan sih, Fira?”, Tanya Maggie risih kepada Fira.
“Gini Maggie, di lapangan, wanita penyihir itu datang
lagi!!!”, jawab Fira panic. Tiga gadis cilik itu langsung berlari menuju lapangan.
“B-bagaimana ini?! kita harus menolong warga desa!! Kalau
tidak…”, ucapan Braind langsung terpotong setelah melihat lirikan tajam Maggie.
“Aku tak tahu!!! Kenapa kau sungguh peduli pada kami
semua!! Kami tak peduli denganmu!! Biar kau mati, kami tak akan peduli!!
Termasuk juga aku!! Kenapa kau masih memikirkan kami?!”, Tanya Maggie dengan
pedasnya. Dari raut wajahnya saja, pasti semua orang tahu, betapa Maggie sangat
membenci Braind.
“Karena kau… adalah sahabat pertamaku. Dan sebagai
seorang puteri, aku harus melindungi rakyatku”, jawab Braind. Namun, hatinya
terasa sakit. Sakit sekali setelah mendengar ucapan Maggie yang begitu pedasnya.
Maggie hanya diam tak perduli. Ia segera meninggalkan
Braind bersama Fira.
“Tak kusangka.
Selama ini, senyuman rakyat hanyalah bohongan saja. Aku sudah tak sanggup!!
Sekarang… apa yang bisa kulakukan?!”, Tanya Braind dalam hati. Ia menangis
pelan. Tak ingin ada yang tahu.
Tapi, di sela-sela tangisnya, Braind merasa samar-samar
suara Maggie dan Fira meminta tolong. Meskipun, sahabatnya itu telah melukai
hatinya, Braind tetap ingin menolongnya. Ia segera berlari menuju lapangan,
menyusul Maggie dan Fira.
Di lapangan, Maggie dan Fira menghadapi monster yang amat
sangat besar. Amat menakutkan. Perbuatan seperti ini, biasanya dilakukan oleh
si penyihir jahat di wilayah desa Kerajaan Berlian.
“Uukh…”,
rintih Maggie kesakitan saat lehernya dicekik oleh sosok monster yang amat
sangat besar. “Bagaimana ini?! jika
begini terus, kami bisa mati!!!”, gumam Maggie bingung.
Ia gerakkan tangan kanannya yang serasa seperti batu itu
dengan pelan saat monster itu lengah.
“Rasakan ini, monster jelek!!!”, teriak Maggie sambil
mengayunkan tangannya. “Sageata Red (Panah Merah) Maggie!!!”.
Monster itu langsung melepaskan Maggie dan Fira. Matanya
sobek karena serangan Maggie.
“Wah, wah, ternyata kau bisa menggunakan sihir juga, ya. Hebat!!”, puji Wanita Sihir itu dengan bahasa Cinanya yang sangat fasih sambil tersenyum sinis. Maggie dan Fira langsung merasa ketakutan.
“Kalau begitu, kau harus menyaksikan ini. Sageata Neagra (Panah Hitam)!!!”, seru wanita itu. Panah hitam langsung menuju ke arah mereka berdua. Maggie seketika itu menangis ketakutan. Bayangan semua orang yang disayanginya berputar di ingatannya, juga bayangan Braind.
Braind yang saat itu menyelamatkan dia dari serigala di
hutan dengan tongkat kayunya. Meskipun dia masih berumur 6 tahun, Braind sudah
berani menolong sahabatnya itu. mungkin jika Braind tidak datang, ia sudah
tewas dahulu.
“Karena kau… adalah sahabat
pertamaku”, ucapan Braind tadi teringat kembali di ingatannya.
“Sinar Penghalang!!!”, teriak seorang gadis. Suara yang
amat sangat ia kenal. Maggie menoleh ke belakang. Gadis manis yang baru saja ia
sakiti hatinya, datang ke lapangan untuk menyelamatkannya.
“Tak akan kubiarkan, kau melukai sahabat-sahabatku!!!!”, seru Braind marah. Braind segera melempar sebatang kayu yang cukup besar.
“Kyaa!!!”, teriak wanita sihir itu. lemparan itu tepat mengenai kepalanya. Braind segera berlari ke Maggie dan Fira yang terluka cukup parah.
“Kalian berdua tak apa?”, tanyanya. Maggie tiba-tiba memeluk Braind sambil menangis.
“Maafkan aku, nona Braind... Selama ini, saya berbuat buruk pada anda…”, ujar Maggie sambil terisak pelan.
“Tidak kok. Kamu selalu baik. Aku senang dapat memiliki sahabat sepertimu”, hibur Braind. Ia tersenyum sangat manis.
“Ya, non. Saya juga sangat senang”, balas Maggie .
“Ukh.. sialan!! Akan kuhabisi kalian!! Dragon intuneric (Naga Kegelapan)!!!”, teriak penyihir itu. Tiba-tiba, muncullah seekor naga hitam dari dalam tanah.
“Dragon intuneric?! Mustahil!! Itu sihir terlarang!!”, seru Maggie dan Fira cemas.
“Jangan takut. Kalian larilah dahulu!!”, perintah Braind.
“Tapi… Saku… ah, maksudku Nona Braind, bagaimana dengan anda?!”, Tanya Fira ikut cemas.
“Aku tak apa”, jawab Braind singkat sambil tersenyum tenang. Seolah tak akan terjadi hal buruk padanya “Aku akan berusaha menghalanginya. Sementara kalian, ambillah buku sulap yang kubawa dari ruang bawah tanah tersegel di kerajaan, dan segera bawa warga mengungsi di tempat yang aman”.
“B-baik!!”, jawab Maggie dan Fira. Mereka segera berlari meninggalkan Braind bersama penyihir hitam itu. setelah yakin mereka berdua telah pergi, Braind pun mulai bersiap untuk menghadapi penyihir jahat itu.
“Wah, kita bertemu lagi, Sakura-chan. Ataukah, harus
kupanggil ‘Si Putri Bungsu Braind’?”, Tanya wanita penyihir itu.
“Eh?!
Dari mana dia tahu bahwa aku puteri Braind?!”, Tanya Braind dalam hati. Ia
kaget sekali.
“Seorang puteri tak boleh melarikan diri dari kewajibanmu.
Apalagi kamu telah dicalonkan sebagai pemimpin kerajaan. Jangan seperti aku.
Jika kamu sepertiku, kamu akan menyesal nantinya”, ujar wanita penyihir itu
sambil tersenyum masam. Kata-katanya bijak sekali.
“Apakah kau dulunya juga seorang puteri?”, Tanya Braind
bingung. Wanita itu tiba-tiba langsung murung.
“Lebih tepatnya calon ratu”, ralat wanita itu.
“Kenapa kamu melarikan diri?”, Tanya Braind lagi.
“Karena aku sangat tersiksa oleh beban-beban yang
dihadapkan padaku di masa depan nanti. Sama sepertimu sekarang ini”, jawab
wanita itu. ia kembali tersenyum masam. Tapi, mata wanita itu, sinar mata itu…
Braind pernah melihatnya… pada kakaknya yang hilang 5 tahun yang lalu!!
“K-kak Lili?”, Tanya Braind tak percaya.
“Wah, baru nyadar, ya?”, Kak Lili balas bertanya dengan
tersenyum simpul.
“Tapi, kenapa kakak berubah menjadi penyihir jahat?!
Kakak kan…”, Braind tak bisa meneruskan kata-kataku.
“Hati manusia
bisa berubah. Hanya karena suatu masalah yang telah kuanggap berat inilah, aku
menjadi putus asa”, jawab Kak Lili dengan dinginnya.
“Tapi, kenapa kakak tak berusaha menahannya?!”, Tanya
Braind lagi. Ia memang juga berharap bertemu dengan kakaknya lagi, tapi… bukan
dalam posisi ini! Bukan dalam posisi sebagai musuh!! Tapi sebagai saudara yang
erat hubungannya seperti dulu!
“Aku sudah tak bisa. Tak ada yang memperdulikanku. Karena
itu, aku menjadi begini”, jawab Kak Lili dengan pandangan mata sedih.
“K-kalau begitu… aku yang akan mengembalikan kakak
seperti semula!!!”, seru Braind sambil menunjuk Kak Lili. Ia ingin kakaknya
kembali seperti dulu. Wajah Kak Lili yang selalu bersinar cerah meskipun malam.
Senyumnya yang selalu menghangatkan suasana. Ia rindu semua itu!!!
“Sudahlah. Aku harus menghancurkan dunia kecil ini,
karena itu memang sudah menjadi tugasku”, kata Kak Lili lalu menghilang.
Braind hanya terdiam kaku. Apa yang harus ia lakukan
sekarang?
Kak Lili terbang di angkasa dengan naga hitamnya,
meninggalkan Braind yang terdiam kaku. Ucapan adiknya tadi masih
terngiang-ngiang di kepalanya. “K-kalau
begitu… aku yang akan mengembalikanmu seperti semula!!!”.
Kak Lili berusaha terus menyadarkan dirinya. Ia harus
focus. Tak boleh goyang oleh kata-kata kecil adiknya yang sedang bermimpi itu.
tapi, desa tampak begitu sepi. Seolah tak berpenghuni selama bertahun-tahun
lamanya.
“Hei, penyihir jahat!!!”, panggil seorang gadis. Kak Lili
menoleh ke bawah. Itu Maggie!!
“Kau pasti mencari semua penduduk, kan?! Sebetulnya,
mereka sudah kami ungsikan ke tempat yang aman!! Ini berkat ide puteri cerdas
kami, yaitu Puteri Braind!!”, ejeknya.
Kak
Lili kaget. Braind bukan anak yang mudah mengatur rencana seperti ini. “Mungkin karena dia sudah besar, dia sudah
bisa menyusun rencana seperti ini…”, pikir Kak Lili.
“Huh, jangan sok ya, gadis kecil!! Rasakan ini!! Sihir
Pembunuh: Tali penghisap roh!!”, seru Kak Lili marah. Tali hitam sihir itu
langsung mengenai tubuh kurus Maggie. “Ya,
inilah balasan orang yang berani-beraninya mengejekku!”.
“Sihir perusak: Panah Es!!”, seru Braind dari kejauhan.
Panah-panah es itu langsung memotong tali sihir Kak Lili, juga menyerangnya.
“Kak, kali ini, kau akan kukembalikan seperti dulu!!”, seru
Braind. Maggie hanya bisa tercengang.
“K-kakak?! Siapa dia, nona Braind?!”, Tanya Maggie kebingungan
saat mendengar Braind memanggil Kak Lili dengan sebutan “Kak”.
“Oh, dia Kak Lili yang kabur 5 tahun yang lalu”, jawab
Braind tenang.
“Apa?! Gak mirip!!”, seru Maggie tak percaya. Tatapan Maggie
seperti orang yang jijik melihat suatu hal.
“Enak aja nggak mirip, waktu itu aku kan masih umur 13
tahun, sekarang aku sudah berumur 18 tahun!!”, bantah Kak Lili marah.
“Hei, Braind. Kamu juga sebaiknya sadar. Aku tidak bisa
dikembalikan seperti dulu”, ujar Kak Lili angkuh.
“Tentu saja!! Karena kakak adalah ‘Sang Heart’!”, ujar Braind bersemangat.
“Heart???”, Tanya Maggie dan Kak Lili kebingungan. Braind
hanya tersenyum percaya diri. Ia segera menoleh ke belakang. Bright, saudara
kembar Braind yang bijaksana, muncul dari hutan tanpa hawa kehadiran (gara-gara
itu, Bright sempat disebut hantu oleh Braind).
“Lebih tepatnya… kartu Heart yang layu karena basah oleh
air. Kakak adalah sang kartu yang putus asa karena merasa tersiksa dan hanya
bisa menangis, yang membuatnya semakin layu dan rapuh. Kakak merasa tersiksa,
selama ini kakak diejek oleh warga desa jika kakak melakukan suatu kesalahan,
dan itu menjadi penyebab kakak harus terus dimarahi oleh ayahanda. Tapi, hari
itu, kakak melakukan suatu kesalahan yang sangat fatal, karena kecelakaan 5
tahun yang lalu, ada beberapa warga yang hilang. Ayahanda akhirnya marah lagi,
namun lebih kasar, membuat pertahanan kakak yang memang sudah rapuh menjadi
hancur. Karena itu, kakak akhirnya kabur dan dipengaruhi oleh penyihir hitam
yang sebelumnya”, jelas Bright panjang lebar.
“Kakak… tersiksa, kan? Kakak kesepian, kan? Kakak pasti
ingin cerita hal ini pada seseorang, tapi kakak takut kakak akan lebih merasa
sakit lagi, kan? Jawablah kak!!”, desak Braind.
“Iya, non Lili!! Daripada anda bersedih sendirian!! Lebih
baik anda ceritakan pada kami!! Akan kami dengarkan!!”, tambah Maggie.
Kak
Lili terdiam memandangi mereka dari celah rambutnya yang sangat panjang. Ia
merasa bingung. Tapi, itu benar. Semua benar… hanya saja, tetap saja dirinya
merasa sakit hati.
“Ah, kalian sungguh berisik sekali!!”, seru Kak Lili
marah. Kak Lili reflex menyerang mereka. Naga hitamnya menyemburkan api
larvanya pada tiga gadis itu.
“Kyaaa!!”, teriak Braind, Bright, dan Maggie. Kak Lili
tersentak mendengar teriakan kedua adiknya. Ia melihat ke sekeliling. Tubuh
tiga gadis kecil tampak terluka parah dengan darah di sekeliling mereka.
“Braind, Bright, Maggie!!!”, seru Kak Lili cemas. Dihampirinya
mereka bertiga. “Kalian tidak apa-apa?!”, tanyanya.
“Kami tidak apa-apa kok, kak… ukh!!”, jawab Bright sambil
menahan sakit. Tangannya terluka parah. Sementara itu, Braind hanya bisa tersenyum
masam.
“Iya, non!! Harusnya kami yang nanya, Nona Lili baik-baik
saja, kan?”, Tanya Maggie dengan tulusnya.
Kak Lili kaget sendiri. mereka berusaha tampil tegar di
hadapannya, “padahal mereka masih
anak-anak. Mereka tulus mengkhawatirkanku. Padahal aku sudah menyakiti mereka. Apa
aku harus menjawabnya? Tapi, apa yang harus aku jawab?”.
Air mata Kak Lili membasahi pipi merahnya. “Aku… benar-benar tidak mau melihat mereka
bertiga terluka. Karena mereka adalah orang-orang pertama yang mau mengerti
tentangku, terutama Braind”.
“Aku… nggak apa-apa…”, jawab Kak Lili sambil menangis. Ia
juga berusaha tegar menahan tangis.
Mereka
bertiga hanya tersenyum ramah. Bright mendekat dan memberikan sapu tangan
orange favoritnya. Braind mengembalikan naga hitam milik Kak Lili ke alamnya
(entah bagaimana caranya itu bisa dikembalikan oleh Braind). Sementara Maggie,
ia merapikan rambut panjang Kak Lili yang berantakan.
Braind berjalan mendekati kakaknya.. Lalu, meletakkan
sebuah benda yang mengganjal di rambut Kak Lili yang telah rapi.
“A-apa ini?”, Tanya Kak Lili heran. Benda itu terasa
sangat mengganjal di kepalanya.
“Ini hadiah ulang tahun kakak!! Jangan karena lama tak
pakai mahkota, kakak lupa gimana memakainya, ya!!”, jawab Braind sambil
menjulurkan lidahnya.
Kak Lili teringat bahwa ini hari ulang tahunnya. Tapi, ia
bingung dengan mahkota kecil yang kini berada tepat di atas kepalanya.
“Kenapa kamu memberiku mahkota?”, Tanya Kak Lili heran. Ia
sadar, kini ia hanyalah seorang penyihir. Bukan lagi seorang puteri raja yang
seenaknya memerintah.
“Kok masih tanya? Kami semua masih menganggap kakak
sebagai puteri!! Ayo, kita kembali ke istana!!”, ajak Bright sambil mengulurkan
tangannya yang tulus. Kak Lili membalas uluran tangan itu. ia tersenyum amat
sangat ramah. Senyuman yang sangat dirindukan oleh semua orang.
“Ya, ayo kita segera pergi!!”, balas Braind dan Maggie. Mereka
berempat akhirnya menunggangi kuda (kebetulan Bright membawa 2 kuda yang ia
simpan di balik rumah-rumah agar tidak terluka).
“Sebentar lagi,
akhirnya aku bisa menemui ayahanda dan ibunda lagi…”, gumam Kak Lili senang.
Mereka menyusuri hutan dengan kuda kerajaan. Braind naik
kuda bersama Maggie, sedangkan Bright bersama Kak Lili. Pada perjalanan ini, mereka
berempat mengadakan balapan. Dan yang terakhir sampai kerajaan harus memberikan
snacknya untuk dimakan pemenang selama 1 minggu.
“Ayo, pacu kudanya lebih kencang Maggie!!!”, perintah
Braind. Maggie langsung memacu kudanya dengan kecepatan tinggi.
“Kami nggak akan kalah!!”, seru Bright. Ia langsung
memacu kudanya dengan kecepatan yang sama. Sementara, kerajaan sudah di depan
mata.
“Itu kerajaannya sudah dekat, non!!”, seru Maggie.
“Bagus!! Ayo cepatkan kecepatan kudanya!!”, balasku
dengan tersenyum antusias.
Mereka melewati bukit kecil di depan hutan istana.
“Yey, aku menang! Bright, siap-siap nggak dapat snack
selama seminggu!!”, ejek Braind.
Para pengawal tampak memandangi mereka. Dilihatnya sosok
gadis remaja yang anggun itu. dan tiga gadis di dekatnya. Para pengawal
menghampiri mereka. Mengajak mereka masuk ke aula kerajaan. Ratu dan raja kaget
melihat putri mereka telah kembali.
“Li… Lili!! Kamu kembali, nak! Kamu dari mana saja?
Ibunda sangat cemas padamu!”, seru ibunda. Dipeluknya Kak Lili dengan kasih
sayang penuh.
Kak Lili terkejut. Ia pikir orang tuanya juga tidak
peduli padanya. Kak Lili pun menangis lagi. “Maaf ya, ibunda…”, hanya itu
kata-kata Kak Lili. Semua yang ada di aula kerajaan tersenyum penuh haru.
Selama seminggu
dirayakan kembalinya Puteri Lili yang ramah. Maggie dan keluarganya juga
kembali bekerja di Kerajaan Berlian kembali.
1 tahun kemudian…
Diumurnya yang sudah berusia 19 tahun itu, Kak Lili
diangkat menjadi ratu. Sebagai puteri pertama, pastinya ia sangat adil dan
bijaksana. Masyarakat sangat senang atas pengangkatan Puteri yang paling ramah
ini.
Pagi sebelum acara upacara penurunan kekuasaan, Kak Lili dirias
oleh keluarganya sendiri. Kak Tania dan Ratu memilih baju, Maggie menyiapkan
peralatan dandan, sedangkan Braind dan Bright menyiapkan sepatu yang akan
terlihat serasi dengan baju Kak Lili.
“Lili, pakai baju warna putih saja. Itu terlihat bagus”,
saran ratu sambil memperlihatkan gaun cantik berwarna putih.
“Ibunda, itu seperti gaun pengantin”, ujar Kak Lili malu.
“Kalau begitu, tambah bunga mawar saja. Saya sudah
memetiknya tadi pagi”, saran Maggie sambil membawa seikat bunga mawar berwarna
merah.
“ Wah, itu bagus sekali. Kita pasang saja bunga mawarnya
sekarang!!”, ujar Kak Tania sambil menerima seikat bunga mawar tersebut. Mereka
mulai memasang bunga mawar itu di gaun Puteri Lili.
“Hebat, non!! Cocok sekali!!”, puji Maggie. Braind dan
Bright yang tertarik pun menoleh.
Kak Lili mengenakan sebuah gaun berwarna putih dengan
hiasan bunga mawar. Ia memakai sebuah kalung dengan motif mawar yang indah
sekali. Di rambutnya diberi jepit bunga mawar.
“Wah, bunga mawar!! Kalau begitu, pakai ini saja!!”, saran
‘Si Kembar Pemberani’, Braind dan Braight, sambil mengambil sepasang sepatu
berwarna putih yang berhiaskan mawar di tengahnya.
Kak Lili pun memakainya. Ia terlihat penuh dengan bunga
mawar merah.
“Cantiknya…”, puji Braind kagum. Kak Lili benar-benar
terlihat seperti puteri kerajaan sejati!! Rambutnya yang bergelombang, terurai
dengan indahnya. Ditambah jepit mawarnya yang menahan poni panjangnya turun.
“Ayo, kita ke aula kerajaan!!”, ajak Bright. Keluarga
hangat itu segera keluar dari kamar Kak Lili dan turun ke aula kerajaan.
Sesampainya di aula, seluruh rakyat telah berkumpul. Mereka semua
terkagum-kagum melihat kecantikan dan keanggunan ratu mereka.
“Baiklah, semuanya!! Inilah ratu baru kita, Puteri
Lili!!”, seru Pangeran Aldo, kakak laki-laki Braind yang pertama, dengan
semangat. Semua bersorak gembira. Kak Lili hanya tersipu malu. Mukanya yang
berwarna putih, tanpa dandanan, tetap tampak cantik.
Braind tampak tersenyum sangat ceria. Maggie menghampirinya.
“Nggak sedih posisi anda digantikan?”, tanyanya mengejek.
“Oh, nggak dong. Aku lebih senang Kak Lili yang menjadi
ratu. Ia sangat bijaksana”, jawab Braind. “Daripada mengurusi kekuasaan
kerajaan, kita main saja, yuk!!”, ajak Braind.
Maggie dan Bright langsung mengangguk. Mereka bertiga
segera berlari ke arah taman kerajaan. Bermain bersama, tertawa bersama di antara
bunga-bunga mawar kerajaan yang baru mekar dengan indahnya.
“Selamat tinggal diriku yang lama!! Selamat datang diriku
yang baru!! Aku akan selalu berusaha menjadi seorang gadis yang lebih baik
lagi, agar bisa membuat semua orang yang kusayangi tersenyum gembira!”, seru 3
gadis cilik itu. mereka tertawa lepas dan bergandengan tangan. Mawar-mawar itu
mekar makin indah, seindah senyuman 3 gadis itu.
DISUSUN
OLEH:
Nama:
Najwa Anisa Safitri
Kelas:
VI B
Sekolah:
SDN Wonokusumo V
Tidak ada komentar:
Posting Komentar